foozlemuffin

“pagi pak,” Sapa Vanara kepada pak satpam yang sedang duduk, di depan pos sekolah. Di sekolah, Vanara memang terkenal sebagai anak yang ramah kepada semua orang. kepada pak satpam, tukang kebun, ibu kantin, dan kepada adik kelas. tak heran, kalau banyak yang mengidolakan Vanara, kan?

Vanara segera berjalan menuju ke arah kelas, sepanjang jalan yang ia lewati, banyak sekali anak SMA Wiramandala yang menyapa dirinya. Dengan memanggil namanya, atau melambaikan tangan mengikuti arah Vanara berjalan.

Vanara membalas itu semua, dengan menyapa balik, di tambah dengan senyuman nya yang manis. Belum sampai ke kelas, tiba tiba langkah kakinya berhenti, karena Vanara menabrak seseorang. Lelaki, dengan tinggi badan di atas Vanara. Lalu, Vanara segera mendongak untuk melihat wajah sang lelaki.

Ya, itu adalah Abi. Vanara menjauhkan tubuhnya sedikit dari berdirinya pria itu.

“sakit ga nabrak gue? hahaha, makannya kalo jalan tuh liat liat, sibuk nyapa fans mulu, lo.” ucap Abi, dengan nada sedikit mengejek, dan kekehan kecil.

“ihhhh!” Vanara kesal mendengar kekehan Abi dan ejekan untuk dirinya. Dan ia mencubit perut Abi, dengan raut wajah kesal.

“aw aw sakittt, ampun!” rengek Abi meminta ampun kepada Vanara, agar melepaskan cubitannya. Vanara pun akhirnya melepaskan cubitannya di perut Abi.

“makannya lo diem, syukur lo udah gue beliin ultra. nih,” dengan nada sebal, Vanara membelikan susu ultra yang Abi pesan, sekaligus bekal yang sudah ia buat dan bawa kan khusus untuk Abigail.

“iya makasi yaaa cantik, lucu, imut, gemesin, galak, bawel, udah ih jangan marah marah mulu, pagi pagi udah ngamuk.” jawab Abi, sembari sedikit mengacak rambut Vanara.

“bodo amat, wle.” Vanara pergi, melewati tubuh Abi yang masih setia berdiri di depannya.

Abi menoleh ke belakang, ke arah Vanara berjalan, dan ia terkekeh. menurutnya, Vanara adalah gadis yang sangat perhatian, walaupun memang sifatnya tidak bisa di tebak.

Setelah mereka memikirkan dimana akan bertemu, masing masing mempersiapkan diri. Batavia Cafe, adalah salah satu cafe yang baru di dirikan, beberapa minggu yang lalu. Cukup banyak anak SMA Wiramandala yang berkunjung ke Batavia Cafe setelah pulang sekolah.

kembali ke Abigail, dan kedua temannya, Jovian dan Leon. Abi mengambil sweater hitam miliknya, yang tersangkut di gantungan pintu kamarnya, dan segera memakainya. menyisir rambut, dan menyemprotkan sedikit parfum ke tubuhnya.

Abigail menaiki motor miliknya, dan menancap gas dengan kecepatan rata rata. Kini, Abigail sudah dalam perjalanan menuju Batavia Cafe. Begitu juga dengan Jovian dan Leon. Yang sampai pertama di Batavia Cafe adalah Leon. Setiap mereka ingin bertemu, memang Leon yang selalu sampai lebih awal.

Abigail sudah mendarat di Batavia Cafe, turun dari kendaraan miliknya, menaruh helm yang ia gunakan, dan menurunkan standar motornya.

“oit bi!” terdengar suara teriakan seseorang, saat Abi baru memasuki Batavia Cafe. Ya, suara teriakan itu berasal dari seseorang yang duduk di pojok ruangan. saat Abi menoleh, tidak lain dan tidak bukan, ia adalah Leon. Abi segera mendekat ke arah tempat Leon berada, menarik kursi, dan mendudukinya.


skip, setelah 5 menit ...

Akhirnya, yang di tunggu tunggu, datang juga. Jovian, adalah orang yang selalu telat setiap pertemuan. entah itu di cafe, mall, atau bahkan sekolah. Mereka bertiga sudah berada di meja yang sama. Dan Leon memulai pembicaraan, dengan pertanyaan yang di sodorkan untuk Abi.

“jadi gimana, bi? lo berharap apa untuk hubungan lo sama vana?” tanya Leon. Abi yang se dari tadi tertawa karena candaan dari Jovian, setelah mendengar pertanyaan Leon, wajah Abi langsung berubah drastis. Wajahnya penuh rasa yang tidak bisa di jelaskan, seperti ingin berbicara sesuatu, namun tertahan.

“gue gatau harus apa le, apa mungkin gue ...”

“huh, oke relax,” ucap Abi, sembari menarik dan menghebuskan nafasnya, agar lebih tenang. Ini selalu Abi lakukan, ketika ingin bertemu ayah Vanara, Hermawan. Di mata Abi, ayah Vanara adalah lelaki yang keras, dan garang.

  • tok tok tok * Abi mengetuk pintu,

  • deg * berkedip, dan menelan liur, hal yang Abi lakukan saat melihat pria berbadan tinggi, sedikit berisi, dan berotot, membuka pintu yang ia ketuk.

“hey, kamu Abi, ya?” ucap pria itu, dengan mimik muka tersenyum.

“oh, eeh, iya om. saya Abi, temannya Vanara.” jawab Abi, dengan nada pelan. Wajah Abi berubah menjadi pucat, hahaha sepertinya ia sangat takut kepada pria itu.

“ealah, ayo masuk, mau jalan sama anak om, ya?”

Abi mengangguk. Ya, itu adalah om herma, ayah Vanara, yang selama ini di anggap garang oleh Abi.

Abi memasuki rumah Vara, dan duduk di sofa yang berada di ruang tamu. Ia duduk berhadapan, dengan om herma. kepalanya selalu tertunduk.

“sudah, santai aja. om ngga galak kok, eh om panggil dulu ya Vana, nya?” Tanya om herma, memulai pembicaraan. “iya, om” jawab Abi.

“Vana! turun, nih ada Abi” Panggil om herma, dengan nada tinggi dan suara lantang. Suara berat om herma, sempat membuat Abi terkejut.

“Iya, yah! sebentar,” jawab Vana, tak lama setelah om herma memanggil, tubuh Vana pun mulai terlihat, Ia sedang menuruni tangga.

“aduh duh duh, cantiknya anak ayah, mau kemana sih memangnya?” tanya om herma, sambil memuji anaknya yang cantik, Vanara.

“mau ke tukang batagor, yah, hehe” jawab Vana, sambil meringin tersenyum, menunjukan gigi rapihnya.

“halah ke tukang batagor toh, ya udah sana, hati hati ya kalian berdua.” seru om herma.

“iya, yah. aku keluar dulu ya” ucap Vana.

“siap om, saya pinjam Vana dulu ya, hehehe,” Abi mengeluarkan sedikit candaan.

Abi dan Vanara segera keluar dari rumah, dan menaiki motor. Abi mengangguk kepada om herma, sebagai salam. dan Abi menancap gas motornya, lalu mereka berdua mulai menjauh dari area rumah Vana.